Camping Ground Tikus Emas

Ibrahim : Ketergantungan Masyarakat Terhadap Timah Tak Bisa Dipungkiri

13, May 2020 - 10:18 PM
Reporter : adithan
Dr. Ibrahim MSi, Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB)
Dr. Ibrahim MSi, Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB)

Berita Bangka Belitung - Bangka Terkini, Pangkalpinang --- Diakui Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB), Dr. Ibrahim, MSi terkhusus masyarakat Bangka Belitung (Babel) memang masih ketergantungan dengan hasil timah.

" Itu semua tak bisa kita pungkiri, pasalnya ketika sektor pertimahan ini surut, akan membuat pertumbuhan ekonomi pun melemah," ungkapnya kepada awak media, Rabu (13/05/2020).

" Kita tidak bisa mengelakkan fakta itu, bahwa kondisi ketergantungan Babel terhadap timah memang sangat tinggi dan itu sejak berabad-abad lalu. Ini disadari secara faktual di lapangan secara historis dan ekonomisnya. Jadi ketergantungan finasial masyarakat berasal dari timah itu tidak bisa dihindari," tegasnya.

Terkait dengan kondisi ini, Ibrahim juga mengakui bersama tim akademisi sudah melakukan riset perihal ketergantungan masyarakat Babel terhadap timah. "Ketergantungan ini sudah berjalan sedemikian rupa. Kalau kita tanyakan ke para penjual di pasar, 80 persen responder menyatakan bahwa naik turunnya harga timah sangat mempengaruhi harga dan kemampuan beli masyarakat," terangnya.

Bahkan dijelaskan Ibrahim, ketergantungan terhadap timah ini sulit dilepas sejak tahun 1998 silam ketika timah inkonvensional dibuka, yang terus mengalami peningkatan. " Data BPS menunjukan bahwa angka ketergantungan terhadap penambangan itu, menyentuh di angka nomor dua disamping perkebunan dan pertanian. Dengan kondisi seperti ini, sudah sangat jelas bahwa ketergantungan terhadap timah itu sangat tinggi," ujarnya.

Kendati demikian, menurut dia, usaha pemerintah untuk keluar dari ketergantungan terhadap timah ini juga sudah dilakukan secara optimal, namun hal itu tidak bisa diterapkan secara instant. Sebab mengubah kultur masyarakat itu butuh proses yang panjang. Belum lagi perdebatannya.

" Komitmen pemerintah untuk masuk ke dalam konteks yang kita sebut perlahan-lahan meninggalkan penambangan itu sudah dilakukan. Tetapi ini tidak serta merta dilakukan seperti memotong mata rantai begitu saja. Ada proses transisi yang harus kita pahami secara arif," tukasnya.

Pihaknya pun mendorong agar proses transisi ini dapat dipahami secara arif dan bijaksana, kemudian mengekstraksinya untuk kepentingan masyarakat dan menjaga kestabilan ekonomi. Bukan hanya sekedar bagaimana menolak industri timah dan menerima hal yang baru.

" Saya kira persoalan ini yang harus dibaca, butuh kebijaksaan dan kearifan kita bersama, dimana kita telah mengambil suatu pilihan yang dilengkapi dengan resiko-resiko yang akan muncul. Namun perlahan pemerintah harus menyiapkan sektor ekonomi alternatif yang lain, dengan kata lain pemerintah harus turun ke bawah," pungkasnya. (Red*)