Camping Ground Tikus Emas

Suparji Ahmad: Terdakwa Syarifah Amelia Tak Bisa Dipersalahkan Bahkan Diberi Hukuman

27, November 2020 - 09:07 AM
Reporter : adithan
Saksi ahli pidana dari terdakwa Amel yakni Suparji Ahmad
Saksi ahli pidana dari terdakwa Amel yakni Suparji Ahmad

BANGKA BELITUNG TERKINI - BELITUNG - Saksi ahli pidana dari terdakwa Amel yakni Suparji Ahmad tegaskan tidak ada unsur pelanggaran pada video yang dilaporkan terkait pasal 69 (c) Undang - Undang Pilkada.

" Berdasarkan pendapat saya, apa yang disampaikan oleh terdakwa dalam video itu tidak memenuhi unsur Pasal 69 (c) Undang - Undang Pilkada. Tidak masuk kategori menghasut, kemudian memfitnah, kemudian mengadu domba," ungkap Suparji Ahmad usai memberikan keterangan saksi ahli pada persidangan Amel atau Syarifah Amelia Shahab, di PN Tanjung Pandan, Jum'at (27/11/2020) dinihari. 

" Terdakwa Amel juga tidak menyebut politik tertentu, perseorangan, atau pun Kelompok masyarakat. Oleh karenanya tidak ada kalimat - kalimat dalam pernyataan pada video itu yang mengarah untuk memfitnah ataupun mengadu domba," tambahnya.

Namun, pada kenyataannya jika perkara ini berlanjut karena mengarah kepada lembaga penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu, maka yang harus diuji adalah Bawaslu bukan dari 3 hal pada pasal itu.

Dijelaskannya Bawaslu adalah penyelenggara pemilu yang hadir sebagai alat negara dalam konteks pengawasan pemilu, yang bukan dikategorikan sekelompok masyarakat. Karena Kelompok masyarakat itu adalah komunitas seperti kaum arisan, ormas atau pun organisasi - organisasi tertentu.

" Dengan demikian saya menyatakan apa yang disampaikan terdakwa pada video tersebut, sama sekali tidak memenuhi unsur ataupun delik yang ada pada pasal 69 (c) tersebut.  Jadi terdakwa tidak bisa dipersalahkan, diminta pertanggungjawaban, apalagi dihukum dengan ketentuan yang sudah ditetapkan tadi itu," tegasnya.

Lanjutnya juga menerangkan landasan yang digunakan ialah dengan penafsiran, fakta nya terdakwa bicara 'Kalau Pilkada Beltim Bersih, yang menang' disini tidak ada unsur yang disebutkan tadi. " Kalaupun memang dianggap memfitnah, siapa disini yang di fitnah ? Kan tidak ada sebutan yang jelas," timpalnya.

Jika memang masih ada penafsiran bahwa Bawaslu merupakan Kelompok masyarakat. Diterangkannya Penafsiran itu ada tafsir kontekstual, tafsir historis, tafsir asal pembuatannya, tujuannya dan sebagainya. Tidak bisa kita menafsirkan secara bebas,  harus ada rujukan - rujukan dalam konteks kebenaran - kebenaran dimana ada kebenaran yuridis, teoritis, paradigmatif dan filosofis.

" Jika secara yuridis tidak diketemukan, cari kebenaran teorinya. Jika penafsiran secara bebas, jelas ini tidak ada kepastian hukum. Jadi saya berpendapat harus ada rujukan - rujukan yang jelas dalam penafsiran itu," tukasnya.

Begitu pula jika ada yang merasa ini mengarah kepada kompetitor, jelas dalam video itu tidak ada 3 unsur pasal tersebut atau tidak menyebut nama maupun nomor urut tertentu. " Maka dalam hal ini juga tidak ada maksud terdakwa untuk memfitnah, karena terdakwa tidak mengatakan atau menyebutkan nomor urut tertentu atau pun paslon lainnya itu kotor," tukasnya.

" Jadi video itu tidak bisa ditafsirkan atau ditujukan kepada penyelenggara atau pengawas pemilu ataupun paslon lainnya. Karena tidak ada 3 unsur dalam pasal 69 (c) Undang - Undang Pilkada tersebut. Sekali lagi saya tegaskan, pada video tersebut terdakwa tidak bisa dipersalahkan, minta pertanggungjawaban, atau sekalipun menghukumnya. Jelas tidak ada unsur - unsur pada pasal tersebut," pungkasnya. (AsF).