Camping Ground Tikus Emas

REI dan para Pengembang Kecewa dan Sebut Kenaikan NJOP di Pangkalpinang Tidak Wajar

14, February 2022 - 08:31 PM
Reporter : adithan
Ketua DPD REI Bangka Belitung, Dymas didampingi M. Ansori Muslim selaku Wakil Ketua Bidang Rumah Tapak Sejahtera usai ikuti RDP dengan Komisi II DPRD Pangkalpinang, Senin (14/02/2022).
Ketua DPD REI Bangka Belitung, Dymas didampingi M. Ansori Muslim selaku Wakil Ketua Bidang Rumah Tapak Sejahtera usai ikuti RDP dengan Komisi II DPRD Pangkalpinang, Senin (14/02/2022).

Pangkalpinang, BANGKA TERKINI - DPD Real Estate Indonesia (REI) Bangka Belitung sikapi perihal kenaikan NJOP PBB-P2 di Kota Pangkalpinang.

Diakui Ketua DPD REI Bangka Belitung, Dymas Dwi Setia mewakili para developer yang membutuhkan penjelasan dan SOP dalam penyesuaian NJOP PBB-P2 yang drastis naik.

Hal tersebut disampaikan Ketua DPD REI usai ikuti Rapat Dengar Pendapat oleh Komisi II bersama perwakilan Developer, Himpera, dan Apernas Jaya.

Terkait kenaikan ini, diakui Dimas, pihaknya tak terlalu mempermasalahkan karena sangat mendukung Pemerintah dalam hal peningkatan PAD. Namun, menurutnya ini sangat tidak wajar.

" Sangat terkejut dengan ketidakwajaran kenaikan NJOP ini, karena kenaikan nya sekitar 300 hingga 1.500 persen bahkan ada yang 2.000 persen," ungkapnya.

"Sebenarnya yang kita butuhkan SOP, biar semuanya jelas serba transparan, jadi sebenarnya penyesuaian ini dasarnya dari mana dan kenapa?, karena ternyata banyak sektor yang tidak paham dan ternyata teman-teman dari Komisi II juga tidak mengetahui masalah ini," tegasnya.

Tapi, dijelaskannya dengan adanya kenaikan NJOP ini pihaknya tidak berani lagi menentukan harga. Pasalnya, harga tanah saja sudah tidak masuk akal yakni awalnya Rp 48.000 menjadi Rp 702.500, lalu ada yang Rp 1.200.000 hingga Rp 2.300.000.

" Kalau diberlakukan seperti ini, sekarang kami balik. Apakah Pemkot mau beli tanah kita dengan harga segitu. Malah ini terkesan klise dan tidak berprinsip, karena tidak ada SK nya dan kamipun tidak pernah dilibatkan," tegasnya.

"Padahal kita merupakan salah satu penyumbang PAD tertinggi di Pangkalpinang, tapi tidak diajakin ngobrol perkara ini, dan solusi yang muncul adalah relaksasi, relaksasi seperti apa? konsepnya tidak jelas, tapi ini belum tahu tapi mudah-mudahan kita mendapat solusi,  yang kami butuhkan itu SOP,  aturan yang bener seperti apa, sementara kita pengusaha bingung menentukan harga jual bagaimana," katanya.

Tidak hanya itu, jika ini berlanjut maka akan mematikan Developer yang ujung-ujungnya berpengaruh lagi ke masyarakat. "Tidak hanya subsidi yang Developer juga tutup semua, yang ujungnya ini juga berpengaruh ke masyarakat, jadi kami bukan hanya menyuarakan untuk kami tapi juga untuk masyarakarat semua, karena baru sebagian tagihan masyarakat yang dibagikan masih ada sebagian yang masih tertahan di Kelurahan dan dan Kecamatan jadi belum semuanya, jika ini keluar maka akan meledak," katanya.

Ia berharap agar bisa berdiskusi dengan Walikota Pangkalpinang karena tidak adanya sosialisasi maupun komunikasi terkait hal ini. "Harapan saya, kita diajakin diskusi, dalam penentuan ini, karena tidak ada sosialisasi satu pun, tidak tidak ada yang terlibat dalam ini, Kepala Bakeuda menyebutkan bahwa ada komunikasi di bulan April padahal tidak ada, teman-teman Komisi II dan Notaris pun tidak tahu, semuanya kaget," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan (Himpera) Himmah Olvia menuturkan, bagaimana dengan kondisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) hal ini seperti Pemerintah ingin membunuh rakyat.

"Bunuh lah kami pak, bagaimana dengan MBR yang penghasilannya dibawah Rp4 juta pak, Honorer, Tukang Sampah, 178 industri terdampak dengan ini pak," katanya.

Jika industri ini terdampak dan tidak berjalan, tukang pikul, tukang bangunan dan lainnya tidak bekerja. "Kalau mau bunuh kami, bunuhlah pak," katanya.

"Harga tanah sekarang Rp702,5 ribu, 100 meter Rp70 juta, padahal selama ini harga tanah paling mahal Rp250 ribu tidak sampai Rp300 ribu," ujarnya.

Selain itu, M. Ansori Muslim selaku Wakil Ketua Bidang Rumah Tapak Sejahtera, menuturkan jika rata-rata satu kavling tanah 100 meter persegi, kalau tanahnya saja Rp702 ribu, bangunan rumah Subsidi Rp80 juta, harga satu rumah subsidi Rp150an juta harga dari Pemerintahan.

"Saya harap kepada Anggota Dewan untuk memanggil pak Walikota, jadi langsung pak Walikota, karena itu kebijakan Peraturan Walikota, karena percuma kalau hanya Kepala Bakeuda. Jadi Peraturan Walikota yang terbaru itu dasar itu harus dikaji ulang, masukan dari masyarakat," pungkasnya.