Camping Ground Tikus Emas

PH Sampaikan 9 Poin Kejanggalan Saat Persidangan Syarifah Amelia

02, December 2020 - 12:50 AM
Reporter : adithan
Doc
Doc

BANGKA BELITUNG TERKINI --- Penasehat Hukum (PH) terdakwa Syarifah Amelia, sampaikan beberapa poin dalam Nota Pembelaan (Pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni Denda sebesar Rp 6.000.000 (Enam Juta Rupiah).

Diterangkan Ali, dalam konferensi Pers nya mengatakan terdapat berbagai keanehan / kejanggalan dalam perkara terdakwa, yakni pada fakta persidangan, berdasarkan keterangannya, saksi pelapor (Rudi Juniwira) mengatakan mendapatkan video yang menjadi barang bukti didapatkan dari akun Facebook Milenial Berakar. Menurut Saksi Rudi, laporannya juga tersebut dalam kedudukannya sebagai Tim Sukses 02, bukan sebagai pribadi, dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai sebagai Tim Pemenangan Koalisi Partai Politik Pasangan Nomor Urut 02 (YURI / ANCA). Tidak hanya itu, Menurut saksi Rudi Juniwira, setelah menonton video tersebut, Saksi Rudi bersama dengan Saksi Aulia, sebagai Tim Sukse Paslon 02, mendatangi rumah calon Bupati Paslon Nomor 02, untuk melaporkan video tersebut. Dalam pertemuan tersebut, menurut Saksi Rudi, Calon Bupati Paslon 02 memberikan persetujuan agar Saksi Rudi melaporkan kasus ini ke Bawaslu Belitung Timur.

Sedangkan Menurut saksi Septriyaningsi, rekaman video berdurasi 0.33 detik tersebut, hanya disebarkan di group whats app milenial berakar tidak pernah disiarkan secara live atau disebarkan di akun facebook milenial berakar yang merupakan milik Saksi Septriyaningsi. Hanya saksi Septriyaningsi. yang mengetahui password akun facebook milenial berakar.

Oleh karena itu, menjadi suatu keanehan atau kejanggalan, mengapa Saksi Rudi Juniwara mengaku mendapatkan video tersebut dari akun facebook milenial berakar, padahal dalam akun facebook tersebut tidak pernah ada video berdurasi 0.33. Menurut saksi Septriyaningsi, video Terdakwa yang lagi kampanye yang disiarkan melalui akun facebook adalah video berdurasi sekitar  8 menit, yang berisi pidato kampanye Terdakwa pada awal kampanye, yang didalamnya tidak ada video pernyataan mengenai “karena kalua bersih pilkada di Belting, maka yang menang akan nomor … satu”. Video tersebut menurut saksi Septriyaningsi berada pada bagian tengah ke akhir masa kampanye.
Dengan demikian, patut diduga Saksi Rudi telah memberikan keterangan yang tidak benar, sehingga objektifitas dan kredibilitasnya sebagai Pelapor dalam perkara ini patut diragukan.

Lalu, Pelapor tidak memenuhi syarat sebagai pelapor. Dimana Bahwa berdasarkan ketentuannya, laporan harus dibuat oleh perseorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Akan tetapi karena menurut saksi Rudi, laporan dibuat bukan dalam kapasitasnya sebagai pribadi maka Saksi Rudi sebagai pelapor tidak memenuhi syarat tersebut. Begitu pula jika yang melapor adalah Peserta Pemilihan,  maka kedudukan saksi Rudi tidak memenuhi syarat karena tidak mendapatkan kuasa dari Pasangan Calon Nomor 02. Saksi hanya mendapatkan persetujuan dari Calon Bupati Pasangan Calon Nomor 02, bukan surat kuasa Pasangan Calon Nomor 02 sebagai peserta pemilu untuk melapor ke Bawaslu. Berdasarkan alasan tersebut di atas, seharusnya Bawaslu Kabupaten Belitung Timur menolak perkara ini karena Saksi Rudi tidak memenuhi kapasitar sebagai Pelapor. Oleh karenanya laporan perkara pelanggaran tindak pidana pemilihan yang ditujukan kepada Terdakwa Syarifah Amelia sejak awal cacat hukum.

Kemudian, laporan pelapor melewati batas waktu. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 134 ayat 4 UU Pemilihan dan Pasal 4 ayat 2  Perbawaslu 8 Tahun 2020, laporan dugaan pelanggaran kampanye dilakukan paling lambat 7 hari sejak diketahui atau ditemukannya pelanggaran. maka batas waktu diketahuinya atau ditemukannya pelanggaran, jika ada, harus merujuk pada tanggal 14 Oktober 2020, sehingga batas waktu paling lama 7 hari sejak diketahui atau ditemukannya pelanggaran pada kampanye  tanggal 14 Oktobert 2020 adalah tanggal 20 Oktober 2020, sehingga pengajuan laporan dugaan pelanggaran kampanye oleh Pelapor Saksii Rudi tanggal 30 Oktober 2020 telah melampaui batas waktu pengajuan laporan.
Begitu pula, jika yang digunakan sebagai batas waktu pengajuan laporan sejak diketahuinya pelanggaran oleh Pelapor Saks Rudi pada tanggal 26 Oktober 2020 di rumah saksi Susandirno, maka batas waktu pengajuan laporan adalah pada tanggal 1 November 2020 (26, 27, 28, 29, 30, 31 Oktober 2020, 1 November 2020). Sedangkan menurut saksi Haris Alamsyah, sebagai anggota Bawaslu yang ikut serta melakukan pengecekan berkas kelengkaan laporan, menyatakan kelengkapan syarat formil laporan baru dilengkapi tanggal 2 November 2020, sehingga melewati batas waktu pengajuan laporan  tanggal 1 November 2020.
Selain itu, apabila Bawaslu Kabupaten Belitung Timur menempatkan waktu pelaporan adalah pada tanggal 30 Oktober 2020, maka Bawslu telah melanggar batas waktu penanganan laporan dimana pemeriksaan klarifikasi terhadap Terdakwa dilakukan pada tanggal 3 November 2020, padahal pada tanggal 3 November 2020 merupakan batas waktu pelaksanaan tahapan Pembahasan Kedua, dimana acara pemeriksaan klarifkasi harus dilakukan sebelum tanggal 3 November 2020 yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Bersama Bawaslu Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 – Nomor 1 Tahun 2020 dan Nomor 14 Tahun 2020 yang berbunyi “Hasil Pembahasan kedua, kajian dan Laporan Hasi Penyelidikn menjadi dasar Pengawas Pemilu memutuskan dalam rapat pleno”.
Dengan demikan, berdasarkan cara perhitungan batas waktu apapun yang digunakan oleh Bawaslu Kabupaten Belitung Timur, penanganan perkara dugaan pelanggaran administrasi pemilihan oleh Syarifah Amelia telah melanggar prosedur penanganan laporan dugaan pelanggaran pemilihan sebagamana diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 dan Peraturan Bersama Bawaslu Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 – Nomor 1 Tahun 2020 dan Nomor 14 Tahun 2020.

Lalu, Sikap keberatan pemeriksaan (Konflik Kepentingan). Bahwa dalam persidangan, Saksi Haris Alamsyah menyatakan keberatan terhadap video pernyataan Terdakwa Syarifa Amelia, dan yang betrsangkutan merasa lembaga Bawaslu Kabupaten Belitung Timur difitnah tidak bersih padahal selama ini sudah bekerja bersih. Sikap keberatan Saksi Haris sebagai Anggota Bawaslu sangat aneh karena tidak bersifat spontan, sesaat setelah melihat video berdurasi 0.33 detik yang diperlihatkan oleh Saksi Rudi pada waktu melaporkan ke Bawaslu tanggal 30 Oktober 2020. Menurut saksi Haris Alamsyar, sikap keberatan tersebut timbul beberapa hari kemudian pada tanggal 2 November 2020, setelah saksi membuat kajian atas video tersebut.
Sikap saksi Haris tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan, kenapa baru timbul beberapa hari kemudian, mengapa tidak pada saat menerima laporan. Oleh karenanya apakah sikap saksi tersebut akan digunakan sebagai hal yang memberatkan Terdakwa untuk memenuhi unsur adanya objek yang dituju dalam Pasal 69 huruf c UU Pemilihan. Kecurigaan ini muncul karena adanya pendapat Ahli dari JPU, yaitu Dr. Dede Kania, SH, MH yang menempatkan bahwa penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu termasuk sebagai kelompok masyarakat, salah satu objek yang dituju dalam Pasal 69 huruf c UU Pemilihan.
Persoalan lainnya, apakah merupakan hal yang wajar jika pimpinan lembaga negara seperti Bawaslu Kabupaten Belitung Timur merasa keberatan atau difitnah, dan menempatkan perasaannya pada proses projustisia, dengan kehadiran Saksi dalam persidangan. Perasaan keberatan atas video kampanye saksi bukanlah merupakan tugas dan tanggung jawab saksi sebagai Anggota Bawaslu Kabupaten Belitung Timur.
Munculnya perasaan keberatan dan merasa difitnah, sebelum saksi Haris sebagai Anggota Bawaslu melakukan pemeriksaan klarifikasi kepada Terdakwa pada tanggal 3 November 2020, sebagaimana terbukti dari Berita Acara Klarifikasi terhadapTerdakwa Syarifa Amelia tanggal 3 November 2020, menunjukkan bahwa dalam diri Saksi Haris telah ada konflik kepentingan yang akan membuat pemeriksaan terhadap Terdawa Syarifah Amelia menjadi tidak adil, karena saksi Haris telah memiliki sikap tidak senang terhadap orang yang akan diperiksanya.
Sikap dan perbuatan Saksi Haris tersebut tentunya akan mempengaruhi objektifikas Saksi Haris dalam melakukan pemeriksaan.

Lalu, Keterangan tidak benar dalam persidangan. Dalam persidangan pemeriksaan Saksi Haris Alamsyah, pada mulanya Saksi menyatakan bahwa sikap keberatan dan merasa difitnah bukanlah merupakan sikap pribadi saksi, akan tetap sudah menjadi sikap lembaga Bawaslu Kabupaten Belitung Timur. Bahkan menurut Saksi, sudah dilaksanakan dalam rapat pleno yang memutuskan sikap tersebut, dan mencatat keputusan tersebut dalam Berita Acara Rapat Pleno.
Akan tetapi, setelah dipertanyakan lebih lanjut oleh Tim Penasihat Hukum Terdakwa, mana bukti adanya Berita Acara dimaksud saksi tidak bisa menjawabnya. Sampai kemudian Tim Penasihat Hukum mengingatkan saksi yang telah disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya di muka persidangan, karena jika Saksi memberikan keterangan tidak benar maka aka nada konsekuensinya.
Menanggapi pertanyaan dari Tim Penasehat HukumnTerdakwa, saksi kemudian tertegun, diam beberapa saat, lalu mengucapkan kalimat “astaghfirullahaladzim … tidak ada berita acara. Setelah itu kemudian Saksi Haris terdiam, dan tubuhnya bergetar, saksi kemudian kejang-kejang. Atas kejadian ini Majelis Hakim menghentikan persidangan, dan saksi kemudian dibawa keluar ruangan sidang untuk beristirahat. Sidang dilanjutkan sekitar 15 menit kemudian.
Sikap saksi yang mengubah keterangannya menjadi sesuatu yang aneh. Bagi seorang Anggota Bawaslu Kabupaten, tentunya sudah paham apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, termasuk mengenai ada tidaknya keputusan yang dikeluarkan dalam rapat pleno. Saksi juga seharusnya sudah mengetahui materi apa yang biasanya dibicarakan dan diambil keputusannya dalam rapat pleno.
Keterangan awal Saksi Haris yang menyatakan bahwa terdapat Berita Acara yang diputuskan dalam rapat Pleno, tentunya merupakan suatu keanehan, mengapa sampai saksi harus memberikan ketergan yang tidak benar dalam persidangan. Apa yang mendorong saksi mau mengatakan sesuatu yang tidak benar, yang bertentangan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Bukankah sebagai anggota Bawaslu yang menjadi pengawas pelaksanaan tahapan pemilu, harus memiliki standar moral yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya.
Adanya perubahan sikap Saksi Haris dalam persidangan yang diawali dengan ucapan istighfar lalu diikuti dengan reaki badan yang tidak umum, berupa kejang-kejang dapat dianggap sebagai indikasi adanya tekanan dalam batin saksi Haris.

Kejadian ini tentunya menimbulkan pertanyaan pada diri Terdakwa dan Tim Penasehat Hukumnya, apakah ada sesuatu yang tidak wajar dalam proses penanganan perkara terhada Terdakwa Syarifah Amelia.

Kemudian, Sikap tersinggung Ketua KPU Belitung Timur. Saksi Rizal sebagai Ketua KPU Belitung Timur, dalam persidangan menyampaikan bahwa dirinya merasa tersinggung dengan ucapan Terdakwa sebagaimana yang terdapat dalam video berdurasi 0.33 yang diputarkan dalam persidangan. Menurut Saksi Rizal,  sikap tersebut ttidak bisa dipisahkan dengan jabatannya sebagai Ketua KPU Belitung Timur.

Dalam keterangannya di muka sidang, Saksi Rizal menyampaikan bahwa sikapnya tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat Pleno KPU Kabupaten Belitung Timur, padahal pimpinan KPU pada dasarnya bersifat kolektif kolegial, dimana terhadap suatu perkara yang membutuhkan penyikapan dari KPU harus dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat Pleno untuk diambil keputusannya.
Sikap Saksi Rizal  yang menyataqkan tersinggung dan merasa difitnah oleh pernyataan Terdakwa, sangat aneh dan terkesan dipaksakan. Apakah keterangannya tersebut dimaksudkan untuk memberatkan Terdakwa, agar dapat memenuhi unsur objek yang dituju dalam Pasal 69 huruf c UU PEMILIHAN.
Apalagi keterangan saksi Rizal tersebut bertentangan dengan hasil monitoring yang dilakukan oleh Askhirah, komisioner KPU Kabupaten Belitung Timur yang ditunjuk secara khusus mewakili lembaga KPU Belitung Timur melakukan monitoring pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh Terdakwa pada tanggal 14 Oktober 2020 di dusun Aik Ruak Kecamatan SImpang Renggianng, dimana menurut keterangan saksi Rizal hasi monitoring yang dilakukan oleh Askhirah tidak menemukan adanya temuan atau laporan pelanggaran kampanye.
Adanya dua pernyataan sikap dari saksi Haris Alamsyah yang mewakili Bawaslu Belitung Timur dan Saksi Rizal yang mewakili KPU Belitung Timur, yang menyatakan keberatan dan merasa tersinggung karena merasa difinah, sungguh aneh karena menunjukkan sikap yang sama. Kondisi ini tentunya bakal menimbulkan pertanyaan di public ada apa dengan kasus Terdakwa ini. Pada gilirannya tentunya hal ini dapat berpengaruh terhadap opini public bagaimana dengan integritas dan indipendensi dari penyelenggara pemilu.
Ahli yang dihadirkan oleh Tim Penasihat Hukum Terdakwa, yaitu Ttiti Anggraeni sebagai aktivis pemantau pemilu di lembaga Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) dan Ahli Dr. Nur Hidayat Sardini, sebagai mantan pimpinan Bawaslu RI dan juga mantan Anggota DKPP, menyatakan bahwa sikap pimpinan lembaga KPU dan Bawaslu tersebut sangat aneh.  Ahli Titi Anggraini menyampaikan dalam Pemilu 2019, KPU RI sering dituduh curang, akan tetapi tidak ada satupun yang dilaporkan dan diproses secara hukum sampai ke pengadilan. Ahli Nur Hidayat Sardini menyampaikan bahwa piminan KPU dan Bawaslu bersifat kolektf kolegial, sehingga semua keputusan harus diputuskan dalam suatu rapat pleno.

Berdasarkan hal itu, kondisi ini diharapkan bisa membantu Majelis Hakim untuk secara jernih bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan perkara tindak pidana pemilihan yang melibatkan Terdakwa Amel, dan kemudian mengambil keputusan secara objektif sesuai dengan hukum dan keadilan.

Kemudian, Saksi Ahli Bahasa yang mendadak Sakit. Bahwa Ahli Bahasa yang dihadirkan oleh JPU, Yudhistira  Adi Prasetia SS MPd, mendadak sakit setelah mengucapkan sumpah sebelum yang bersangkutan menyampaikan keterangannya dimuka sidang. Tim Penasihat Hukum Terdakwa sebelum dilakukan pengambilan sumpah telah menyatakan keberatan terhadap kehadiran Ahli Yudhistira yang akan memberikan keterangan ahli, karena yang bersangkutan akan memberikan keterangan berkaitan dengan keahlian linguistic forensic akan tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak memiliki sertifikat ahli linguistic forensic.
Dalam awal keterangannya di muka persidangan, sewaktu ditanyakan oleh JPU apakah kondisi Ahli sehat, Ahli Yudhistira menyatakan kurang sehat. Atas kondisi tersebut Majelis Hakim Kembali menegaskan apakah kondisi Ahli sehat ataukah tidak. Ahli menjawab dengan pernyataan yang sama bahwa Ahli kurang sehat. Tim Penasihat Hukum Terdakwa juga menyampaikan bahwa demi kemanusiaan agar sidang bisa ditunda, untuk memberikan kesempatan kepada Ahli beristirahat supaya kondisinya pulih. Kemudian Majelis Hakim menghentikan persidangan dan mempersialakan ahli Yudhistira untuk keluar ruanga, dan pemeriksaan akan dilanjutkan keesokan harinya.
Dalam sidang berikutnya, JPU menyampaikan surat yang berisi keterangan bahwa ahli Bahawa sakit sehingga tidak bisa mengikuti persidangan. Keterangan Ahli Bahasa pada waktu pemeriksaan pada tahap penyidikan kemudian dibacakan dalam sidang. Tim Penasihat Hukum Terdakwa menyatkan keberatan, karena keterangan Ahli yang berlaku adalah keterangan Ahli yang disampaikan di muka persidangan.

Lalu, Ahli dari JPU yakni Ahli Tata Negara Dr. Fahri Bachmid, SH, memiliki konflik kepentingan. Pasalnya, Ahli Tata Negara Dr. Fahri Bachmid, SH, diperiksa oleh Bawaslu Belitung Timur karena diajukan oleh Saksi Rudi selaku Pelapor dalam perkara tersebut.  Menurut Saksi Rudi yang diperiksa dalam persidangan, menyatakan bahwa nama Dr. Fahri Bachmid, SH direkomendasikan atau diajukan oleh Calon Bupati Pasangan Calon Nomor 2 (Yuri Kemal Fadlullah).

Dan juga, Dr. Fachri Bacmid, SH adalah anggota atau bagian dari Kantor Hukum Ihza & Ihza milik Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, dan Yuri adalah putra kandung dari Prof Yusril Ihza, maka sejak awal pemeriksaan kasus ini patut diduga sudah ada konlik kepentngan untuk membuat Terdakwa bersalah.

Kemudian, adanya kriminalisasi ucapan oleh pendapat ahli. berdasarkan rekaman video yang diputarkan dalam persiangan dan keterangan saksi yang hadir pada waktu kampanye, acara kampanya berlangsung damai, aman dan lancar, dengan suasana santai dan penuh dengan gelak canda.
Akan tetapi, ucapan Terdakwa kemudian ditafsirkan lain oleh Ahli yang diajukan oleh JPU, dengan dasar Analisa bukan dari ucapan secara verbal atau eksplisit, akan tetapi berdasarkan penafsiran a contrario, yang tidak pernah dipergunakan dalam menangani perkara pidana, karena dalam perkara pidana berlaku asas legalitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang - undangan pidana yang telah ada. Nullum delictum Nulla Poena Sinepraevia Lege Poenali.
Menurut Anselm von Feurbach, tiada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang (nulla poena sine lege); tiada pidana tanpa tindak pidana (nulla poena sine crime) dan tiada tindak pidana tanpa pidana menurut undang-undang (nullum crimen sine poena legali).