Putusan MK dan Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan
Para penghayat kepercayaan di Indonesia boleh bernapas lega. Perjuangan mereka mendapat pengakuan negara dalam catatan administrasi kependudukan lewat uji materi Undang-Undang Administrasi Kependudukan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi salinan amar putusan yang dibacakan Ketua MK Arief Hidayat, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2017).
Arif menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan secara jelas mengatur tentang informasi apa saja yang terdapat di dalam KK, yaitu: kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, dan nama orang tua.
Sedangkan Pasal 61 ayat (2) menyatakan penduduk yang agamanya belum diakui peraturan perundangan atau penghayat kepercayaan, maka informasi agama di dalam KK tidak perlu diisi. “Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”.
Saat Pasal 61 ayat (1) mengatur tentang informasi apa saja yang terdapat di dalam KK, maka Pasal 64 ayat (1) mengatur tentang informasi yang mestinya tercantum dalam KTP, yaitu: gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.