Camping Ground Tikus Emas

Pembiayaan Syariah Berbasis Jual Beli : Apa itu Akad Musyarakah?

04, April 2024 - 03:34 PM
Reporter : Ilham

Oleh : Amirul Mukminin

(Mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia Bogor)

Dalam era yang semakin terbuka dan berinovasi di bidang keuangan, pendekatan syariah dalam pembiayaan telah menjadi sorotan utama. Model berbasis jual beli telah menjadi pijakan utama dalam manajemen pembiayaan syariah, yang tidak hanya mengakomodasi prinsip-prinsip keuangan Islam, tetapi juga mengintegrasikan prinsip-prinsip bisnis yang berkelanjutan.

Apa itu Akad Musyarakah?

 Salah satu bentuk penyaluran dana pada bank syariah adalah pembiayaan musyarakah. Akad musyarakah termasuk akad yang paling khas dan menjadi daya tarik dari pembiayaan syariah. Karena akad pembiayaan ini menonjolkan kerjasama dan keadilan dalam melakukan usaha bersama.

Musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak untuk berbisnis atau melakukan suatu usaha tertenttu dimana masing masing pihak memberi kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan dalam membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan.

Dasar dan Hukum Akad Musyarakah

Hukum syirkah pada dasarnya adalah mubah atau boleh, hal ini ditunjukkan oleh dibiarkannya praktik syirkah oleh nabi Muhammad SAW. yang dilakukan masyarakat Islam saat itu.

Rukun dan Syarat Akad Musyarakah

1. Ijab dan Kabul 

Ijab dan Kabul berarti melakukan penerimaan dan persetujuan yang harus dinyatakan dengan jelas dalam kontrak dengan mengingat;

  • Penawaran dan permintaan jelas dari tujuan kontrak 
  • Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak dibuat 
  • Akad di cantumkan secara tertulis 

2. Pihak yang Berserikat 

  • Kompeten 
  • Pendanaan kontraktual dan operasi atau bisnis 
  • Memiliki hak untuk menjalankan bisnis yang didanai atau memberi kuasa kepada mitra untuk menjalankan bisnis tersebut 
  • Tidak diperbolehkan menggunakan dana untuk keuntungan pribadi 

3. Objek Akad

1.) Modal

  • Modal dapat berupa uang tunai atau barang berharga, jika modal ada namun berupa harta, maka harta tersebut harus dinilai dan disepakati oleh masing-masing sekutu sebelum mengadakan akad.
  • Modal ataupun dan tidak boleh dipinjamkan atau dialihkan kepada pihak ketiga 
  • Lembaga keuangan islam, dalam hal ini BMT tidak diwajibkan untuk meminta agunan, tetapi BMT dapat meminta agunan dari pelanggan atau mitra bisnisnya untuk menghindari gagal bayar 

2.) Kerja 

  • Pembagian kerja dapat digabungkan dengan pembagian kerja yang tidak harus sama. Atau, satu mitra mempekerjakan mitra kerja lain untuk menjalankan bisnis 
  • Kedudukan masing-masing mitra harus ditentukan dan dituang dalam kontrak 
  • Keuntungan atau kerugian 
  • Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan 
  • Bagi hasil harus jelas dan dinyatakan dalam kontrak. Segala kerugian yang timbul menjadi tanggungan masing-masing mitra sebanding dengan modal yang ditanamkan.

Jenis-Jenis Akad Musyarakah

Terdapat 2 bentuk syirkah, antara Lain:

  1. Syirkah Al Amlak atau perserikatan dalam hak milik yaitu keterlibatan ataupun kemauan secara bersamaan dalam memperoleh suatu hal yang dijalankan dari kedua pihak ataupun lebih dan melibatkan hartanya.
  2. Syirkah Al Uqud atau perserikatan atas dasar akad yaitu kesepakatan yang dijalankan kedua pihak ataupun lebih secara bersamaan dalam memberi permodalan serta nilai untung ataupun rugi dan dibagikan dengan bersamaan.

Proses Pelaksanaan Pembiayaan Akad Musyarakah

Proses pelaksanaan pembiayaan akad musyarakah dilakukan dengan beberapa tahapan diantara lain :

  1. Pembiayaan Musyarakah dilakukan dengan kedua belah pihak sepakat untuk menyediakan modal untuk usaha bersama dan jangka waktu kerja sama disetujui kedua belah pihak
  2. Pencairan dana dilakukan dengan meyerahkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak dan menyiapkan tanda bukti penerimaan dokumen
  3. Apabila dalam hal usaha terjadi impas maka Impas dapat dihitung per bulan/pada akhir masa pembiayaan, 
  4. Apabila dalam hal usaha terjadi kerugian maka kerugian dapat dihitung per bulan/pada akhir masa pembiayaan, pembagian kerugian dilaksanakan sesuai dengan akad, dan menyampaikan kerugian usahanya dalam laporan kerugian usaha, disertai bukti-bukti transaksi.
  5. Membayar piutang dilakukan dengan pihak 2 melakukan pembayaran ke pihak 1 sesuai dengan kesepakatan yang tertulis di tiap bulannya
  6. Pihak 2 menyerahkan jaminan berupa jaminan yang telah disepakati dimana lokasi tersebut adalah lokasi yang telah disepakati bersama.
  7. Perjanjian ini tidak benar atau ditemukan tidak akurat dikenai sanksi. Pihak 2 wajib mengembalikannya, tidak ada pendanaan tersebut atau pengembalian dana penuh kepada pihak 1.
  8. Situasi keadaan memaksa seperti bencana alam dan peraturan perundangan yang mengakibatkan tidak dapat terlaksana dalam hal ini sebagian atau seluruh kewajiban yang menjadi kewajiban salah satu pihak yang mengalami keadaan darurat dapat tidak dilaksanakan berdasarkan kesepakatan tertulis dari para pihak.
  9. Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa segala sesuatu yang belum diatur dalam akad ini akad diatur dalam adendum (Akad Tambahan) yang akan dibuat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan akad ini
  10. Melakukan penyelesaian perselisihan dilakukan oleh kedua belah pihak dengan musyawarah untuk mufakat, jika tidak mencapai mufakat maka perselisihan dilanjutkan ke pengadilan agama.   

 

Sumber :  

Irsyad, F.A., Nasution, Y. (2024). Pandangan Fiqh Terhadap Aakad Musyarakah dan Implementasinya Pada Perbankan Syariah. Jurnal Ilmiah Research Student. 1 (3) : 338-347.

Latif, C. A. (2020). Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah Di Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Akuntasi Dan Bisnis Syariah, II, 9–22.

Maulana, A., & Muthoifin. (2024). Analysis of Musyarakah and its Implementation at BMT Fadhilah Sentosa Bekonang”, al-Afkar. Journal For Islamic Studies. 7(1) : 135–145. doi: 10.31943/afkarjournal.v7i1.913.                

Siregar, S., Hidayat, Y., & Suartini, S. (2021). Akad Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah Manidiri Sebuah Analisis Keadilan Hukum. Jurnal Magister Ilmu Hukum, 5(2), 16. https://doi.org/10.36722/jmih.v5i2.789